Oleh: Andi Suryadi, PRAKSIS (Pusat Riset dan Advokasi Serikat Jesus)
JAKARTA – Lagi-lagi, pemerintah akan mengadakan program insentif pajak, yakni amnesti pajak atau tax amnesty jilid ketiga.
Program ini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
Berkaca dari buruknya realisasi dua kali pelaksanaan tax amnesty (2008 dan 2016-2017) serta berbagai program diskon pajak lainnya, seperti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) 2022, tax holiday, tax allowance, dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), keberhasilan program pengampunan pajak jilid ketiga ini meragukan.
Baca Juga:
Direktur Utama BUMN yang Tak Berprestasi dan Malas-malasan, Presiden Prabowo Subianto: Ganti!
Inilah 8 Peranan dan Manfaat Penting dari Publikasi Press Release bagi Dunia Usaha dan Perusahaan
Sapulangit Media Circle (SMC) Tunjuk Romadhon Jasn Menjadi Direktur Sapulangit Public Relations
Dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi terkini, amnesti pajak idealnya hanya dilaksanakan satu kali per generasi pajak.
Rajinnya pemerintah memberikan pengampunan pajak ini tampaknya cenderung didorong oleh faktor politik daripada faktor ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam konteks ini, jelas bahwa para pembuat kebijakan memandang program tersebut bukan sekadar sebagai alternatif kenaikan pajak, melainkan sebagai bentuk lain dari sumber pendapatan utama atau bahkan pelestarian kekayaan.
Perlu dicatat, untuk memacu ekonomi tumbuh sebesar 8%, butuh penerimaan pajak hingga 16% dari PDB.
Baca Juga:
Pertamina EP Sangasanga Field Catatkan Rekor Produksi Minyak Harian Tertinggi dalam 7 Tahun Terakhir
Aktris Terkenal Dunia Angelina Jolie Kembali Suarakan Dukungan Terhadap Rakyat Palestina
Pelonggaran pajak umumnya bertumpu pada strategi makroekonomi, seperti peningkatan kepatuhan pajak untuk menambah basis pajak di masa mendatang, repatriasi modal ke luar negeri (atau pelarian modal), dan penyediaan pendapatan negara secara cepat.
APBN terlilit janji manis kampanye?
Seperti yang diketahui, pemerintah belum lama ini menyatakan bakal ada efisiensi APBN secara besar-besaran.
Presiden Prabowo Subianto menilai APBN 2025 tidak efisien karena banyak pos anggaran yang sia-sia.
Karena itu untuk tahun ini, APBN akan dipangkas sebanyak Rp306 triliun untuk membiayai program prioritas pemerintah.
Baca Juga:
Gubernur Jakarta Pramono Anung Minta Tegur Pelindo Sekeras-kerasnya, Bikin Macet Tanjung Priok
Golkar Serahkan Ridwan Kamil ke Proses Hukum dalam Kasus BJB, Bahlil: Biarlah Semua Itu Berproses
Pefindo Catatkan Penerbitan Surat Utang Korporasi pada Januari – Maret 2025 Mencapai Rp46,7 Triliun
Adapun program prioritas pemerintah antara lain program makan siang gratis.
Program yang digadang-gadang Prabowo sejak masa kampanye tersebut memakan bujet negara kurang lebih Rp460 triliun.
Selain itu, teranyar ada Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang butuh suntikan modal awal ratusan triliun, yang salah satunya berasal dari APBN.
Mengingat ruang fiskal yang terbatas namun target pertumbuhan ekonomi tinggi sebesar 8%, perolehan pendapatan bruto langsung jangka pendek melalui pengampunan pajak tampaknya dianggap jalan pintas yang paling masuk akal untuk menyediakan dana segar guna membiayai janji-janji politik.
Rencana belanja negara APBN 2025 mencapai Rp3.621 triliun atau tumbuh lebih dari 10% dari APBN 2024 yang senilai Rp3.325 triliun.
Dalam ruang fiskal yang sangat sempit, pemerintah lantas menargetkan pembiayaan utang sebesar Rp775,8 triliun dalam APBN 2025.
Sejak 2019, pemerintah lebih banyak mengandalkan utang pembiayaan fiskal alih-alih mengoptimalkan penyerapan pajak atas properti atau laba perusahaan dan modal, dan sebagainya.
Akibatnya, bunga utang pemerintah melonjak 289% dan rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan negara mencapai 18,1%— tertinggi di Asia Tenggara.
Menguntungkan segelintir pihak, melunturkan kepatuhan
Seperti yang sudah-sudah, kebijakan amnesti pajak lebih menguntungkan kelompok berpenghasilan tinggi. Padahal, prinsip pajak di negara demokrasi seharusnya berlandaskan kesetaraan.
Dalam konteks ini, program semacam ini justru memperbesar ketimpangan, karena lebih mengedepankan kemudahan bagi segelintir pihak ketimbang memastikan prinsip pemerataan.
Hal ini diperkuat dengan banyaknya politisi dengan latar belakang bisnis dalam parlemen. Pengaruh mereka terhadap perumusan kebijakan yang lebih menguntungkan pengusaha tidak dapat dihindari
. Proporsi politisi bisnis yang menjadi anggota DPR meningkat dari waktu ke waktu dari 48% pada 2014-2019, 55% pada 2019-2024, dan 61% pada 2024-2029.
Berdasarkan sifat alaminya, amnesti memberikan keringanan kepada individu atau perusahaan yang telah menghindari pajak.
Hal ini menimbulkan rasa ketidakadilan bagi para pembayar pajak yang patuh.
Pengampunan pajak menguntungkan para penghindar pajak yang kaya, di mana mereka sejatinya memiliki segala sumber daya untuk menghindari pajak sejak awal dan melakukan aksi penghindaran pajak yang legal bernama tax planning.
Dampak yang paling nyata adalah para pembayar pajak yang kaya sengaja tidak membayar pajak sesegera mungkin karena mengharapkan program amnesti serupa di masa mendatang.
Publik khawatir bahwa kelas pemilik sumber daya ekonomi dapat “membeli” jalan keluar dari kepatuhan pajak.
Memberikan apresiasi atas “ketidakpatuhan” sama saja menciderai supremasi hukum dan keadilan.
Implikasi demokrasi yang lebih luas, pengampunan pajak bisa melemahkan dan membatasi kemauan warga negara untuk berpartisipasi dalam tatanan ekonomi dan politik.
Pemberian fasilitas khusus kepada pelaku penghindar pajak sebaiknya tidak mengabaikan prinsip keadilan bagi warga negara yang telah memenuhi kewajiban perpajakan secara konsisten.
Kebijakan amnesti, dalam hal ini, dapat dipandang sebagai langkah yang kurang sejalan dengan upaya memperkuat dan menyempurnakan sistem perpajakan yang berkelanjutan.
Selain itu, program ini hanya akan menuntun pada melemahnya kapasitas sistem dan prosedur inti perpajakan serta kerangka hukumnya.
Penguatan sistem dan hukum pajak menjadi fundamental
Untuk mengatasi masalah kepatuhan, negara sepatutnya memperkuat administrasi perpajakan dan sistem hukum melalui reformasi struktural perpajakan.
Hanya saja, reformasi membutuhkan waktu dan banyak kerja keras, karena mesti merumuskan strategi jangka menengah dan panjang.
Tetapi, upaya demikian bisa dibilang sepadan mengingat desain kebijakan strategis akan memastikan kemajuan kinerja penerimaan pajak yang lebih berkelanjutan.
Amnesti pajak yang merupakan “solusi instan” sebaiknya tidak mengaburkan tujuan utama upaya jangka panjang reformasi kebijakan perpajakan.
Pemerintah wajib memikirkan alternatif jangka pendek di luar amnesti pajak tersebut.
Pun bila program pengumpulan pendapatan jangka pendek ini terus akan tetap dilaksanakan, pemerintah berkewajiban memastikan keadilan dan menjaga akuntabilitasnya.
Misalnya, dengan tidak mengurangi net present value dari kewajiban pajak dasar dan bunga yang masih harus dibayar.
Mengutamakan keadilan dan akuntabilitas kebijakan amnesti pajak merupakan salah satu cara agar demokrasi dapat tumbuh subur.
Dalam rangka menjaga fondasi kepercayaan publik, orang kaya tidak boleh berada di atas hukum.
Transparansi dan akuntabilitas hanya dapat terwujud dengan komunikasi politik perpajakan yang kuat.
Di atas semuanya itu, pemerintah harus mengubah paradigma perpajakan dari sekadar “mesin pengumpul pendapatan” negara menjadi “instrumen demokratisasi” yang mewujudkan agenda masyarakat.
Selama satu dekade terakhir, rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) stagnan di kisaran 9-10%. Hal ini menandakan minimnya kontribusi perpajakan terhadap PDB dan patut menjadi topik yang harus dibenahi pemerintah serta membutuhkan kontribusi seluruh masyarakat.***
Artikel ini direpublikasi dari artikel The Conversation yang berjudul “Amnesti pajak masuk Prolegnas, kepatuhan pajak justru akan kian menurun“.*
Sempatkan untuk membaca berbagai berita dan informasi seputar ekonomi dan bisnis lainnya di media Bisnispost.com dan Ekbisindonesia.com
Simak juga berita dan informasi terkini mengenai politik, hukum, dan nasional melalui media Apakabartv.com dan Pusatsiaranpers.com
Informasi nasional dari pers daerah dapat dimonitor langsumg dari portal berita Sulawesiraya.com dan Harianjayakarta.com
Sedangkan untuk publikasi press release serentak di puluhan media lainnya, klik Persrilis.com atau Rilispers.com (150an media).
Untuk harga paket yang lebih hemat klik Rilisbisnis.com (khusus media ekbis) dan Jasasiaranpers.com (media nasional).
Untuk informasi, hubungi WhatsApp Center Pusat Siaran Pers Indonesia (PSPI): 085315557788, 08557777888, 087815557788, 08111157788.
Pastikan juga download aplikasi Hallo.id di Playstore (Android) dan Appstore (iphone), untuk mendapatkan aneka artikel yang menarik. Media Hallo.id dapat diakses melalui Google News. Terima kasih.