INFOEMITEN.COM – Kinerja fundamental PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk telah memacu tren positif harga saham perseroan.
Pada pekan terakhir di bulan Juli ini, emiten bersandi BBRI kembali menembus harga level tertinggi atau ATH di level Rp5.650,- pada penutupan perdagangan Selasa 25 Juli 2023, bahkan pada Jumat 28 Juli 2023 BBRI di tutup di level Rp5.700,-.
Hal tersebut dinilai oleh pengamat BBRI semakin menarik untuk dikoleksi, salah satunya karena terdorong aksi korporasi buyback oleh perseroan dalam kurun dua tahun terakhir.
Head of Equity Investment Berdikari Manajemen Investasi Agung Ramadoni menyebut, buyback menjadi sinyal yang baik bagi investor BRI.
Baca Juga:
Daftar Lengkap Instansi yangDinilai Kemenkeu Berprestasi di Bidang Pengelolaan Barang Milik Negara
Prabowo Subiato Sebut Kebutuhan Rumah yang Terjangkau Tak Usah Diseminarkan, Rakyat Butuh Segera
Holding BUMN MIND ID Ungkap Alasan Minta Pembatasan Jumlah Smelter Melalui Moratorium Perizinan
“Buyback menjadi sinyal positif bagi investor, mencerminkan manajemen percaya dengan kinerjanya ke depan.”
“Selain itu kinerja fundamental BRI, jadi faktor kunci untuk perbankan tetap dapat mencetak pertumbuhan laba adalah dari segi efisiensi,” kata Agung, belum lama ini.
Seperti diketahui, sesuai dengan RUPST BRI tahun 2023 pada 13 Maret 2023, BRI telah mengalokasikan buyback sebanyak-banyaknya Rp1,5 triliun yang akan diselesaikan dalam jangka waktu maksimal 18 bulan dari putusan RUPS, sehingga periode buyback berlangsung pada periode 14 Maret 2023 sampai 14 September 2024.
Buyback tersebut dilaksanakan BRI secara bertahap maupun sekaligus, sebagai program kepemilikan saham bagi karyawan dan direksi atau ESOP (Employement Stock Ownership Plan).
Baca Juga:
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 13 Maret 2023, Direksi perseroan mengatakan insentif saham akan diberikan berdasarkan kinerja Insan BRILiaN atau pekerja BRI.
Adapun strategi buyback untuk program ESOP bukan kali pertama dilakukan BRI, setidaknya dalam kurun dua tahun terakhir.
Sepanjang 1 Maret 2022 hingga 26 Januari 2023, BRI telah merealisasikan pembelian saham kembali senilai Rp2,99 triliun atau 647,38 juta lembar.
Terkait dengan aksi korporasi buyback tersebut, sebelumnya Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa aksi korporasi ini tidak mengganggu kondisi keuangan pasca buyback sehingga dipastikan kondisi keuangan perseroan tetap solid.
Baca Juga:
Dampak Kebijakan Proteksionis Presiden AS Terpilih Donald Trump Ditakutkan akan Lemahkan Kurs Rupiah
Cek Potensi Bahan Makan Bergizi Gratis, Prabowo Subianto Kunjungi Tambak Ikan Nila Salin di Karawang
Kebijakan AS dan Tiongkok Berdampak pada Ekonomi Nasional, Menteri Rosan Roeslani Ungkap Alasannya
“Selama buyback ini kita sudah sangat kalkulatif dengan baik, tidak akan mengganggu kinerja, tidak akan mengganggu permodalan BRI ke depan bahkan memperkuatnya,” ujarnya.
Sunarso juga mengungkapkan bahwa buyback saham ini digunakan untuk para karyawan BRI sebagai pelaksanaan program kepemilikan saham pekerja maupun direksi.
Hal ini untuk meningkatkan engagement karyawan BRI.
Dia berharap dengan adanya buyback saham ini, akan menumbuhkan motivasi dan rasa memiliki karyawan terhadap perusahaan yang kemudian akan mendongkrak kinerja karyawan.
Agung lanjut menjelaskan alasan lain mengapa saham BBRI layak dikoleksi, yakni terkait kinerja fundamental dalam beberapa waktu terakhir, dimana efisiensi menjadi salah satu strategi BBRI untuk meningkatkan profitabilitas.
“Kemampuan bank meningkatkan efisiensi terlihat dari pertumbuhan biaya operasional BRI yang lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan,” lanjutnya.
Net interest margin (NIM) atau margin bunga bersih naik menjadi 7,8% pada kuartal I-2023 dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,7%.
Pada periode yang sama credit cost atau biaya kredit bank turun 198 basis poin (bps) per Maret 2023 dibandingkan tahun lalu.
Kemampuan bank meningkatkan efisiensi terlihat pula dari return on average equity (ROAE) atau tingkat pengembalian ekuitas rata-rata yang naik signifikan ke level lebih dari 20%.
Pada periode yang sama sejumlah beban berhasil ditekan, seperti beban promosi turun 8,1% yoy menjadi Rp298,74 miliar dan beban lainnya susut 5,73% yoy menjadi Rp7,39 triliun.
Alhasil, rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) turun dari 64,26% pada kuartal I-2022 menjadi 60,7% pada kuartal I-2023.
Portofolio kredit BRI yang didominasi oleh kredit mikro juga diperkirakan mampu menjaga Net Interest Margin (NIM) di era suku bunga tinggi.
Berbeda dengan bank besar lain yang lebih banyak bermain pada sektor korporasi yang terbilang sensitif terhadap suku bunga dan juga ketidakpastian ekonomi baik domestik maupun global.
Oleh karena itu, dalam setahun ke depan saham BBRI diproyeksi oleh analis dapat melesat maksimal ke level Rp6.800 dengan nilai rata-rata Rp5.975,-.***